![]() |
| Gambar oleh Helena Jankovičová Kováčová dari Pixabay |
KURESENSI MEDIA - Pandemi Covid-19 sudah merubah tatanan hidup di seluruh dunia, banyak dampak negatif yang bermunculan dalam segi kesehatan, ekonomi, Pendidikan dan kehidupan sosial khususnya pada masyarakat Indonesia. Peran pemerintah dalam penanganannya sudah sangat baik walaupun di samping itu masih ada juga yang tidak bisa diterima.
Melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengakibatkan tidak sedikit perkantoran dan sektor lainnya memberlakukan Work From Home (WFH) untuk mengurangi resiko penularan Covid-19. Salah satu upaya agar tidak merasa bosan dan stress dalam menghadapi kebijakan tersebut adalah dengan cara menjaga kesehatan mental.
Kesehatan mental menjadi trending kekhawatiran pada bidang kesehatan. Ketidakpastian akan berakhirnya masa pandemi, social distancing, isolasi, stigma dan diskriminasi terhadap penderita menjadi suatu penyebab baru munculnya stress.
Berdasarkan data yang diperoleh dari https://rsgm.maranatha.edu Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Indonesia (PDSKJI) mencatat dari 4010 hasil swaperiksa masalah psikolog yang telah berjalan selama 5 bulan di Indonesia, 64,8% diantaranya mengalami masalah psikologis.
Baca juga: Shaman King; Pertarungan Para Shaman Memperebutkan Gelar Raja
Memang berat untuk menerima kenyataan akibat dari pandemi ini, dimana kita harus kehilangan orang yang kita sayangi baik itu keluarga, teman, atau hanya orang yang kita kenal dari jauh.
Untuk menjaga kesehatan mental diri sendiri, kita dapat melakukan beberapa cara sederhana, seperti menyediakan jurnal untuk mencurahkan pikiran dan perasaan atau dengan belajar dan melakukan meditasi.
Stress menjadi poin terbesar dalam permasalahan yang sering menyerang psikis kita, sangat banyak faktor penyebab. Perubahan situasi dan kondisi membuat individu harus dapat berpikir dan bertindak cepat dalam merespon segala sesuatu yang terjadi. Hal ini penting, terutama dalam situasi pandemi saat ini.
Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan akan dapat menjalani kesehariannya dengan tenang, sebaliknya individu yang tidak mampu beradaptasi terhadap segala perubahan, bukan tidak mungkin mengalami kondisi stress.
Baca juga: Mahasiswa KKN UIN Walisongo Adakan Bimbel untuk Anak SD
Stress adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang berlebihan.
Bila individu sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stress (Hawari, 2011).
Indikasi Stres
Menurut David dan Nelson (dalam Muhayaroh, 2020) indikasi stres dapat dikelompokkan menjadi empat aspek. Aspek Feeling (perasaan); Individu yang mengalami stres akan merasa gelisah dan sering ketakutan, cemas berlebih, mudah marah, murung, khawatir, dan selalu merasa tidak mampu.
Aspek Kognitif (pikiran); Individu yang sedang mengalami stres, akan memiliki penghargaan yang rendah pada diri sendiri, memiliki emosi yang tidak stabil, bahkan tidak mampu berkonsentrasi dengan baik ataupun mudah melamun secara berlebihan.
Baca juga: Penerapan Protokol Kesehatan Dalam Kehidupan Sehari-Hari, Studi Kasus Masyarakat Tanjungsari Ngaliyan
Aspek behavior (perilaku); Individu yang memiliki gejala stres akan mudah menangis tanpa alasan yang jelas, mudah terkejut, kaget atau panik, kesulitan berbicara, dan tidak mampu rileks. Selain itu individu cenderung mudah tersinggung, sedih dan juga depresi.
Aspek fisiologi (tubuh); Individu yang mengalami stress akan memiliki permasalahan dengan keadaan tubuh yang cenderung mudah lelah, gemetar, memiliki permasalahan dengan tidur, sakit kepala ataupun memiliki masalah dengan ritme jantung.
Cemas, takut dan bimbang merupakan suatu respons yang wajar terhadap peristiwa ketidakpastian. Namun, bukan berarti pengendalian diri tidak bisa terpakai. Cara ampuh dalam menghadapi kasus ini yaitu dengan memanajemen stress tersebut.
Manajemen stress adalah kemampuan penggunaan sumber daya (manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon).
Baca juga: Di Bawah Lindungan Ka’bah; Antara Cinta dan Ujian
Tujuan dari manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu itu agar menjadi lebih baik (https://id.wikipedia.org, 2021). Secara umum, dapat dikatakan bahwa manajemen stres berkaitan erat dengan upaya menjaga kesehatan mental individu.
Dalam masa pandemi saat ini, individu dituntut untuk dapat mengendalikan, mengontrol dan mengelola stress yang dialami untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan supaya dapat tetap menjalani hidup dengan lebih baik, tentram, dan tenang.
Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.
Seseorang yang dikatakan bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.
Baca juga: Interpretasi Stephen Hawking Tentang Teori Terpadu
Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk (https://promkes.kemkes.go.id, 2018).
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental selama pandemi adalah menjaga komunikasi dengan keluarga dan orang-orang terdekat, bijak dalam menerima informasi Covid-19, hidup sehat, menghindari penggunaan rokok/alkohol/obat-obatan pereda emosi, melakukan aktivitas yang disenangi, dan tidak takut meminta pertolongan ketika stress.
Tidak cukup hanya menjaga kesehatan mental sendiri, tetapi juga harus menjaga kesehatan mental orang-orang di sekitar Selama pandemi, kita perlu membangun empati dan kepedulian terhadap orang lain. Ketakutan dan kecemasan adalah hal yang wajar, tetapi pastikan ketakutan tidak menyebabkan masalah kesehatan mental orang lain.
Berhenti menstigmatisasi pasien, penyintas, dan tenaga kesehatan yang menangani Covid-19, karena setiap orang harus berpartisipasi untuk saling menjaga kesehatan fisik dan mental agar pandemi Covid-19 ini dapat berlalu.[s]
(Muhammad Ikhtiyar/ Mahasiswa KKN RDR UIN Walisongo Semarang Kelompok 61)*
